Penganut Kepercayaan dan Agama Asli Masih Terdiskriminasi

Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan UUD Pasal 29 dan Pancasila dan bukan berdasarkan agama. Ini jelas diatur dalam konstitusi negara ini yakni Sila Pertama Pancasila yang merupakan Dasar Negara serta Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan konstitusi dasar negara ini khususnya pada Pasal 29. Jadi jelas menurut konstitusi tersebut bahwa negara menjamin warganya untuk memeluk dan menganut agama maupun kepercayaan serta menjamin kenyaman dan kebebasan dalam menjalankan agama serta kepercayaan yang dianut.

Di Indonesia setiap daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti Sunda Wiwitan, agama Buhun, Kejawen, agama Parmalim, dan agama Kaharingan serta masih banyak yang lainnya, Data Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2003 mengungkapkan, dari 245 aliran kepercayaan yang terdaftar, sementara keseluruhan penghayat mencapai 400 ribu jiwa lebih (Wikipedia).
Penganut Kejawen

Namun kenyataan yang selama ini kita lihat adalah adanya diskriminasi terhadap penganut kepercayaan, atau agama asli di Indonesia. Diskriminasi tersebut nyata dalam hak pemenuhan hak mereka dalam status kewarganegaraan, mereka kesulitan mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), sehingga para penganut Agama Asli ataupun kepercayaan juga kesulitan dalam memperoleh surat nikah, akte kelahiran dan kesulitan dalam memperoleh layanan pemerintahan lainnya seperti layanan kesehatan maupun berbagai bentuk bantuan ekonomi. Permasalahan inilah yang merupakan bentuk diskriminasi terhadap mereka, para pemeluk agama asli serta keyakinan pun terpaksa mengisi kolom agama di KTP dengan agama yang diakui di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu, padahal mereka bukanlah penganut agama yang diakui tersebut, ini merupakan bentuk pemaksaan yang secara tidak langsung mendiskriminasi kelompok ini. Begitu pula dalam urusan bersekolah, anak-anak mereka harus memilih salah satu dari enam itu dan mengikuti mata pelajaran Agama dari agama-agama yang sudah diakui tersebut. Belum lagi masalah menjalankan ibadah mereka, tak ada jaminan kebebasan dan jaminan karena adanya pendapat dari masyarakat umum bahwa tata peribadatan yang mereka jalankan dianggap lain daripada mereka hingga di judge sebagai kelompok kafir ataupun  sesat.


Seharusnya pemerintah dalam hal ini memperlakukan para penganut kepercayaan maupun agama asli/leluhur ini sama seperti penganut keenam agama yang sebelumnya telah diakui di Indonesia, ini adalah Hak Asasi Manusia mereka dalam mempercayai dan menganut kepercayaan atau agama serta berserikat yang memang sebenarnya telah dijamin dalam tata perundang-undangan, tetapi belum dalam prakteknya. Mereka juga mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya yang memeluk keenam agama yang diakui untuk dapat diakui dalam berbagai akses bernegara dan memperoleh pengakuan secara hukum mengenai keberadaan mereka dan memperoleh berbagai surat-surat maupun dokument yang berkaitan dengan kependudukan, sebab negara ini melalui Pancasila dan Undang-undang Dasar telah menjamin hal tersebut.

Sumber :


Top