www.nataliuzone.my.id »
Fiksi
,
Penggalan Novel
,
Udin A.K.A Richard
»
Penggalan Novel Gagal (Udin A.K.A Richard)
Penggalan Novel Gagal (Udin A.K.A Richard)
Berikut ini adalah sepenggal dari sebuah proyek novel saya yang gagal setahun yang lalu, sebenarnya masih ingin saya lanjutkan, tapi sekarang saya share sebagian kecil dari kisahnya disini, daripada menjelaskan lama-lama lebih baik langsung simak saja lah.
Rina Citra Lestari, Catat ! Bukan Bunga Citra Lestari, kulit mulus sawo matang. Walaupun sedikit banyak ada korengan dibagian betisnya, emang penting ya dibicarain?
Bapaknya Jawa, ibunya Jawa, kakek dan nenek dari kedua orang tuanya Jawa, serta kedua adik laki-lakinya pun ikut-ikutan menjadi Jawa, sehingga logat bahasanya pun menjadi Jawa banget, tinggi semampai, body lumayan aduhai. Halah kenapa bicara masalah body sih...
Next...
“Rina”, begitu biasanya gue memanggilnya, teman gue dari TK sampai gue SMA, rumah gue ama Rina cukup deket, kalo gue lemparin sebongkah batu dari teras rumah gue pas banget deh kena jidatnya Rina, kalo Rina lagi duduk di kursi bawah pohon mangga depan rumahnya. Gak jauh kan? Sekitar 200 hektar lah..
“Inget din satuan panjang tu meter, bukan hektar” Teriak pak Sobri guru matematika sekaligus guru ter-killer di SMA gue, Seraya melayangkan jitakannya ke jidat gue.
Gue dan Rina kenal sejak lama, bahkan sejak masih di dalam perut pun biasanya kami sering main kelereng dan lompat tali bersama. Tak terasa sudah 17 tahun lebih gue dan Rina saling mengenal, bahkan sampai kebiasaan baik dan buruk diantara kami berdua pun kami saling tahu.
Rina seukuran gadis di kota gue terhitung kembang desa, walaupun kulitnya sedikit gelap tetapi tetap manis, dan menyedapkan mata bila dipandang. Hal-hal baik yang gue lihat dari dia adalah anaknya sopan, mungkin karena kebiasaan di keluarganya yang kental nuansa Jawa itu yang membuat ia selalu berlaku sopan kepada siapa saja. Ia juga periang dan murah senyum
Diantara semua sifat baik yang ada di atas, ada satu kebiasaan buruknya yang mungkin semenjak TK sudah terdeteksi adanya, dan tetap ia pertahankan hingga sekarang. Kelakuan yang gue kategorikan abnormal dimiliki oleh gadis semanis Rina. Kebiasaannya itu seperti sudah mendarah daging dengan jiwa dan raganya, sudah bersatu padu dan tak dapat terpisahkan dan ditinggalkan hingga kiamat melanda dunia semesta alam ini.
“Ri...naaaaaaaaaaaaaaaaa.. gue gak bisa tidur karna loe...!” teriak Susan jam 2 pagi, sekaligus membangunkan seluruh perkemahan putri saat kemping bersama sewaktu kelas 3 SMA.
Susan itu gadis keturunan Chinesse yang merupakan salah satu dari beberapa cewek yang menjadi idola sewaktu gue SMA. Gue sempat hampir jadian sama Susan, tapi gagal karena disalib oleh Faisal si hitam kribo, anak juragan pakaian import yang menjadi tempat langganan bapak gue ngambil barang untuk dijual kembali di kantornya, “ups!” maksud gue toko pakaiannya.
Faisal selalu menjadi saingan gue untuk urusan asmara dan percintaan, gue dan faisal saling salib menyalib di tikungan ataupun trek lurus, pokoknya kita selalu saingan, kadang dia yang finish duluan tak jarang juga gue yang berhasil memenangkan balapan.
Stop membicarakan Faisal, yang selalu membuat gue kesal ! kembali ke Susan !
*Kita membicarakan Rina udin, bukan Susan apalagi Faisal*
“maksud loe apaan manggil gue udin?" gue Richard.. Richard Orlando, PAHAAAAM !”
Ya udah, balik lagi ke Rina. Seluruh perkemahan putri terbangun karena teriakan Susan karena kesal gak bisa tidur akibat mendengar suara dengkurannya siRina. Kebiasaan inilah yang sudah mendarah daging serta menulang pada Rina, jika tidur selalu dihiasi dengan *ngorok*, gak perduli lingkungan sekitar serta mau mimpinya indah ataupun buruk, namun yang pasti, lebih nyaring adalah suara dengkurannya.
Jalan bareng Rina adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi gue karena Rina termasuk cewek yang gue suka sejak kecil, terlepas dari kebiasaan buruknya yang suka ngorok, Rina itu sempurna banget buat gue. Walaupun saat jalan bareng Rina gue sering diledekin “Faisal and The Gank” yang isinya 3 anak Giber alias gigi berantakan. Gue diledekin Faisal and The Gank lantaran tinggi gue yang katanya kurang 5 senti dari tingginya Rina, saat Rina memakai sepatu sekolah pun rasanya gue selalu mendongak menatap matanya, bagaimana jika saat nge-datedan Rina memakai sepatu High heelssetinggi 5 meter ?
“oh my gooooosh”, gak bisa dibayangkan!
Sekarang lupain Faisal and the gank, ataupun susan terlebih dahulu, fokus ke gue sama Rina, gue dan Rina !
Seperti yang sudah gue utarakan di atas, gue dan Rina adalah tetanggaan satu gang, berjarak satu lemparan buah mangga, dan satu sekolahan dari TK hingga SMA, kenal semenjak di kandungan, serta yang menjadi sesuatu yang sangat berkesan adalah sempat berstatus pacaran walau hanya tiga bulan.
Dua bulan menjelang ulangan kenaikan kelas 3 SMA.
“Bu Agnes ngasi tugas apa ngasi racun sih Ham?” Tanya gue ke Hamdan, teman sebangku gue sewaktu kelas 2 SMA.
“Tugas din, bukan racun” Jawab Hamdan sambil nyengir gak karuan, ampe sisa sambel bakso yang ia makan waktu istirahat tadi yang nyelip diantara barisan giginya kelihatan dengan jelas.
“Tapi, kayaknya racun deh Ham, abis mematikan gini tugasnya, loe tau sendiri kan, prestasi Bahasa Inggris gue gak lebih baik dari Mark Zuckerberg?”
“iya yah...” Hamdan kembali nyengir.
“Sekali lagi loe nyengir gue ambillinggis buat loe Ham, buat nyungkil tuh jigong loe”
Suasana dalam sekejap saja berubah menjadi hening, gue dan Hamdan saling diam tanpa bicara, membisu seakan-akan sepasang kekasih yang sedang dalam keadaan marahan.
”Rina din, Rina...!” Seru Hamdan, seketika memecah keheningan.
“Ew, ada apa dengan Rina Ham?”
“Rina, tetangga loe sekaligus calon pacar gue, yang semester I kemaren Ranking dua, yang menang debat bahasa Inggris tingkat kecamatan!” Jawab Hamdan dengan suara menggebu-gebu.
“Apaaaa?, calon pacar loe?, woi ngaca ham! ngaca dulu ke kaca di toilet sana,muka Rina ama loe Jauuuuuuh, ngarep abis loe !” Jawab gue sambil kesal, Rina kan gebetan gue dari kecil seenaknya aja si Hamdan ngaku-ngaku jadi calon pacar Rina.
“plaaaank!” sebongkah kapur tulis tepat mengenai hidung gue.
“Udiiiiiiin, Hamdaaaaan! Kalo mau ngobrol keluar, pergi ke hutan sana. Bebas kalian mau teriak sekeras-kerasnya” Sergah Bu Agnes dari depan kelas.
“Udin aja bu yang ke hutan, dia kan tarzan” Celetuk Hamdan.
“Sekali lagi menjawab ibu usir kalian berdua keluar dari kelas” wajah pembunuh milik Bu Agnes semakin meradang saat mendengar celetukkan Hamdan.
Loe tau kan “Sinchan”? seekor tokoh kartun Jepang yang wajahnya hancur berantakan? Nah wajah bu Agnes kala itu mirip banget sama wajah ibunya sinchan saat lagi ngamuk ama sinchan yang udah ngabisin lipstiknya buat menggambar pahlawan bertopeng di dinding rumahnya.
“kampret loe ham, loe tuh mbahnya gorila ! ” setengah berbisik gue mengumpat Hamdan yang dari tadi sudah diam mematung.
Sontak seluruh kelas riuh, mentertawakan kami berdua, tak ketinggalan pula Rina yang duduk di kursi paling depan di barisan kursi gue dan Hamdan, ikut-ikutan senyum memperhatikan kami berdua yang salah tingkah seusai diteriakin bu Agnes. Senyum itu yang membuat gue semakin tergila-gila sama Rina, senyum itu pula yang meningkatkan kapasitas suka gue ke Rina.
“Manis banget lo Rin, andai suatu saat loe mau jadi pacar gue” pikiran gue melayang sesaat.
Bubaran sekolah gue langsung kepikiran dengan tugas diberikan bu Agnes, ini tugas bagi gue sudah seperti racun serangga yang sebentar lagi akan gue minum. Bu agnes hanya memberikan waktu seminggu untuk mengerjakannya, hal inilah yang membuat gue semakin bingung gak karuan.
Gue sadar akan kemampuan gue dalam bidang Bahasa Inggris yang terhitung dibawah rata-rata anak kelas gue, karena terbukti dengan hasil ulangan umum semester I kemarin, predikat nilai Bahasa Inggris terendah berhasil menjadi milik gue.
“Semoga ini bukan kiamat yang Tuhan janjikan dalam kitab-kitab suci” Desah gue sejenak sebelum tertidur pulas sore itu. Bersambung .....
Tweet
