www.nataliuzone.my.id »
Fiksi
»
Mati Suri
Mati Suri
Posted by Natalius Abidin on 7/21/2013 |
Fiksi
MATI SURI
Oleh : Natalius Abidin
“Ah, hampir tengah malam” Aku bergumam sendirian saat menatap Jam di pergelangan tanganku yang menunjukan waktu tepat pukul 21.00 malam di tengah kesunyian dalam kamarku, sembari tetap menatap layar komputer yang sedari tadi membuatku tak memperhatikan sekelilingku yang semakin sunyi, yang membuatku lupa bahwa aku seharian belum mengisi perutku dengan sebulir nasi atau makanan apapun, hanya segelas teh es manis yang menjadi minuman pembuka puasaku hari ini. Aku hanya terhanyut oleh imajinasi, dan tenggelam oleh buaian kesibukkan dan aktivitasku sebagai seorang penulis. Aku terus berkhayal bahkan semakin lupa akan alam sadarku, aku seolah-olah ada dan hidup di dunia lain, dunia khayal dan berbagai cerita menarik di dalamnya.
Saat aku berhasil keluar dari dunia khayal, dunia imajinasiku tersebut akupun baru tersadar bahwa perutku juga ingin diperhatikan, ingin di isi. Akupun berhenti dari aktivitas berkhayalku dan memutuskan keluar mencari makanan di restoran cepat saji, karena hanya itu pilihan saat ini, restoran maupun rumah makan Padang atau warteg pasti sudah tutup di jam-jam seperti ini, pikirku.
Perjalananku malam ini dimulai, bermula dari lorong sempit di sekitar kediamanku, dimana didalam lorong tersebut masih ada beberapa anak-anak yang sibuk bermain kembang api, ada juga orang tuanya yang sedang mendampingi mereka. Ya, sekarang memang anak-anak masih libur sekolah, libur menyambut awal bulan Ramadhan. Oleh karena itu mereka belum tidur walau sudah larut malam.
Ku pacu sedikit lebih kencang kuda besi yang kutunggangi setelah keluar dari lorong sempit itu dan menapaki jalan raya yang lebar, tanpa terasa beberapa ratus meter lagi aku sudah hampir sampai di restoran cepat saji yang menjadi tujuanku. “Alvin... !!” Seru seseorang yang menggunakan pakaian serba hitam dan bertutup kepala yang juga hitam dari seberang jalan. Seketika aku menoleh ke arah suara itu.
------------------------------------------------------
“Alvin... Alvin....” Terdengar sayup-sayup suara seseorang memanggilku. Aku berusaha ingin mencari suara itu namun kelopak mataku terasa sangat berat untuk sekedar terbuka, hanya telingaku saja yang mendengar suara-suara seruan di sekelilingku, ada yang memanggil-manggil namaku, ada juga suara orang-orang sedang menangis bahkan sampai ada yang tersedu-sedu. Ada suara orang tertawa tetapi suara ini sangat jauh kedengarannya.
“Ada apa ini, apa yang terjadi. Kenapa aku tak bisa membuka mataku, kenapa suara-suara ini samar-samar, aku dimana?” Aku terus bertanya-tanya dalam hatiku, aku ingin berbicara dan bertanya dengan suara-suara yang ada di sekelilingku namun mulutku pun sangat sulit untuk bergerak. Sungguh semakin kalut pikiranku kali ini.
Aku semakin tak mengerti dengan keadaan yang kualami kali ini, apakah saat ini aku sedang masuk dalam dunia imajinasiku dan sedang merangkai kata demi kata.
“Ah, tidak aku bukan sedang di dalam dunia imajinasiku. Ini nyata” Aku terus mencari tahu keadaan apa yang sedang ku alami kali ini.
“Apabila nyata tentunya aku dapat melihat sekelilingku, aku pasti bisa mengenali suara-suara itu, aku pasti masih bisa berbicara dengan mereka yang punya suara-suara itu, tapi ini........”
Saat aku masih dalam keadaan kalut dan bertanya-tanya tentang keadaan yang kualami saat ini, sebuah sinar putih yang teramat menyilaukan menghampiriku, cahaya menyilaukan itu semakin mendekat, dan sekarang tepat berada di depanku, kali ini aku bisa melihat dengan jelas, tapi Cuma cahaya itu yang dapat kulihat, tetapi kemana suara-suara tadi? Mengapa tiba-tiba menghilang? Cahaya itu teramat menyilaukan penglihatanku, aku menjerit kesakitan, mataku perih seakan terbakar karena cahaya putih itu.
Cahaya itu terus saja mendekatiku walaupun sudah sangat dekat ia terus saja bergerak maju dan semakin menyakitkan aku. Cahaya itu kini menusuk bola mataku, aku hanya bisa diam tanpa bisa bergerak menghingar sedikitpun.
Aku berteriak menjerit kesakitan, tetapi tak ada seorangpun yang mendengar jeritanku, kemana suara-suara tadi? Tak ibakah mereka melihat penderitaanku saat ini? Disaat aku semakin merasakan sakit suaraku lantang berteriak dan menjerit, tiba-tiba aku dapat membuka mataku, benar saja apa yang kulihat. Disekelilingku orang-orang berbaju serba putih, tampak sedang bersedih.
Apalagi kulihat orang-orang yang kusayangi tersedu-sedu. Ada ayahku, ibuku, saudara dan saudariku meneteskan air matanya disekelilingku, tempat aku berbaring kini. Ada sahabat-sahabatku sedang tertunduk juga mengelilingi aku. Ingin aku berucap dan bertanya, kucoba buka mulutku dan menggetarkan pita suaraku,
“Ayah, ada apa ini?” Ayahku bukannya menjawab, tetapi bereaksi seperti orang yang terkejut dan ketakutan sembari mundur dari tempat duduknya yang sekarang.
------------------------------------------------------
“Duaaaaaar.....” aku mengagetkan Ryo yang sedari tadi terlihat asik menyimak ceritaku. “Haha... haha... “ Aku pun sontak menertawai kelakuan Ryo yang terkejut.
“Ah kau bisa saja Vin, kau terbiasa berkhayal dan berimajinasi” Ucap Ryo sambil memberikan tinjuan kecil ke lengan kiriku.
“Terimakasih Vin, wah jadi ada modal buat bercerita di depan kelas besok untuk tugas sastraku” Ryo berucap kembali sambil menyalakan sepeda motornya dan berlalu pergi meninggalkanku sendirian lagi kini di tepi trotoar tepat di depan restoran cepat saji yang menjadi tujuanku.
“Ah, si Ryo menunda cacing di perutku berpesta” aku bergumam sembari menaikkan kembali Stand motorku dan menyalakannya.
Tiba-tiba sebuah kilatan cahaya persis seperti yang aku gambarkan pada ceritaku untuk Ryo tadi tepat mengenai mataku, aku tersadar kini aku benar-benar tak berdaya dan terdengar suara orang-orang disekelilingku seperti berkata,
“Sebuah Mobil menabrak seseorang yang sedang berhenti di tepi Jalan.....”
Sumber Gambar :
Tweet
